1. Penalaran
A.
Pengertian Penalaran
Penalaran mempunyai
beberapa pengertian, yaitu : (1) Proses berfikir logis, sistematis,
terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan, (2)
menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan, (3) proses
menganalisis suatu topik sehingga
menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru. (4) Dalam karangan terdiri
dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas,
atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji sampai
menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan. (5) Pembahasan suatu masalah
sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan dan pengertian baru.
Secara umum
pengertian Penalaran adalah proses berfikir yang bertolak dari pegamatan
indera(observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasakan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang
sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah
yang disebut menalar.
B.
Proposisi
Proposisi
adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar salahnya.Proposisi merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna. Semua pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan, dan kehendak tidak dapat dinilai benar dan salahnya bukanlah proposisi.
Bagaimana menilai benar atau salah suatu proposisi ?
Proposisi menurut sumbernya : proposisi analitik dan proposisi sintetik
1. P. Analitik/P. apriori : Proposisi dimana P mempunyai pengertian yg sdh terkandung pada S.
pada proposisi ini tidak menghadirkan pengertian baru
– Mangga adalah buah-buahan, Kuda adalah hewan, Ayah adalah orang laki-
laki.
Untuk menilai benar salahnya : hrs dilihat ada tidaknya pertentangan dlm diri pernyataan itu.
2. Proposisi sintetik : Proposisi P mempunyai pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subyeknya.
Contoh : Pepaya ini manis
Beckham adalah orang kaya
Siswa itu pintar
Gadis itu cantik
kata manis, kaya, pintar dan cantik merupakan pengetahuan baru yang didapat melalui pengalaman.
Proposisi sintetik : merupakan lukisan dari kenyataan emperik shg pengujiannya adalah berdasarkan sesuai tidaknya dengan kenyataan emperiknya. Karena itu disebut juga proposisi a posteriori.
Proposisi menurut Bentuknya : P. Kategorik, Proposisi Hipotetik dan P. Disyungtif
1. P. Kategorik : mengandung pernyataan tanpa ada syarat.
– Hasan sedang sakit
– Ibu ke pasar
– Mahasiswa semester III sedang ujian
Proposisi kategorik sederhana : -1 subyek,1 predikat, 1kopula, dan 1 quantifier.
contoh : Sebagian manusia adalah mahasiswa
q s k p
Quantifier : permasalahan – Universal : semua, seluruh, segenap, setiap, tak satupun.
Contoh proposisi :
Universal : Semua mahluk hidup membutuhkan makan
Partikuler : Sebagian manusia adalah pekerja pabrik
Singular : Seorang yang bernama Yudi adalah seorang mahasiswa
(Proposisi tsb. Bisa dinyatakan tanpa Q tanpa mengubah kuantitas proposisinya)
KOPULA : KATA YG MENEGASKAN HUBUNGAN TERM SUBYEK DAN TERM PREDIKAT BAIK HUBUNGAN MENGIAKAN MAUPUN HUBUNGAN MENGINGKARI.
Bila Kopulanya : kata adalah : mengiakan ( kualitas proposisinya adalah positif)
kata “ tidak, bukan, atau tak “ berarti mengingkari ( kualitas proposisinya adalah negatif)
Hasan adalah dokter ( P. positif)
Udin bukan guru ( P. Negatif).
Quantifier : permasalahan – Universal : semua, seluruh, segenap, setiap, tak satupun.
(proposisi universal)
– Partikuler : sebagian, kebanyakan, beberapa, tidak semua, sebagian besar, hampir seluruh, rata-rata…
Singular : biasanya Q tidak dinyatakan
Contoh proposisi :
Universal : Semua mahluk hidup membutuhkan makan
Partikuler : Sebagian manusia adalah pekerja pabrik
Singular : Seorang yang bernama Yudi adalah seorang mahasiswa
(Proposisi tsb. Bisa dinyatakan tanpa Q tanpa mengubah kuantitas proposisinya)
KOPULA : KATA YG MENEGASKAN HUBUNGAN TERM SUBYEK DAN TERM PREDIKAT BAIK HUBUNGAN MENGIAKAN MAUPUN HUBUNGAN MENGINGKARI.
Bila Kopulanya : kata adalah : mengiakan ( kualitas proposisinya adalah positif)
kata “ tidak, bukan, atau tak “ berarti mengingkari ( kualitas proposisinya adalah negatif)
Hasan adalah dokter ( P. positif)
Udin bukan guru ( P. Negatif).
Berdasarkan kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka dikenal enam macam proposisi :
1. Universal positif : Semua manusia akan mati (A)
2. Partikular positif : Sebagian manusia adalah birokrat (I)
3. Singular positif : Beckham adalah pemain sepak bola.(A)
4. Universal negatif : Semua kambing bukan kuda.(E)
5. Partikular negatif : Beberapa mahasiswa tidak lulus.(O)
6. Singular negatif : Siti bukan gadis pendengki.(E)
Berdasarkan kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka dikenal enam macam proposisi :
1. Universal positif : Semua manusia akan mati (A)
2. Partikular positif : Sebagian manusia adalah birokrat (I)
3. Singular positif : Beckham adalah pemain sepak bola.(A)
4. Universal negatif : Semua kambing bukan kuda.(E)
5. Partikular negatif : Beberapa mahasiswa tidak lulus.(O)
6. Singular negatif : Siti bukan gadis pendengki.(E)
Berdasarkan kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka dikenal enam macam proposisi :
1. Universal positif : Semua manusia akan mati (A)
2. Partikular positif : Sebagian manusia adalah birokrat (I)
3. Singular positif : Beckham adalah pemain sepak bola.(A)
4. Universal negatif : Semua kambing bukan kuda.(E)
5. Partikular negatif : Beberapa mahasiswa tidak lulus.(O)
6. Singular negatif : Siti bukan gadis pendengki.(E)
Proposisi
mempunyai beberapa jenis, anatara lain :
1. Proposisi
empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta, misalnya: Anak cerdas dapat
memanfaatkan potensinya.
2. Proposisi
mutlak yaitu pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk menyatakan
benar atau salahnya. Misalnya: Gadis yaitu wanita muda yang belum pernah
menikah.
3. Proposisi
hipotetik yaitu persyaratan hubungan subjek predikat yang harus dipenuhi.
Misalnya: jika dijemput, X akan kerumah Y.
4. Proporsi
kategoris yaitu tidak adanya hubungan subjek dan predikat. Misalnya X akan
menikahi Y.
5. Proposisi
positif universal yaitu pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
Misalnya: semua hewan akan mati.
6. Proposisi
positif parsial yaitu pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut
bersikap positif. Misalnya: Sebagian orang
ingin hidup kaya.
7. Proposisi negatif universal yaitu kebalikan dari
proposisi positif universal. Misalnya: Tidak ada gajah yang tidak berbelalai.
8. Proposisi negatif parsial kebalikan dari proposisi
positif parsial. Misalnya: sebagian orang hidup menderita.
C. Inferensi dan Implikasi
Inferensi merupakan sebuah
pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur
selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk
sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan
pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar
(pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses
yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang
apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis
(pembicara).
Inferensi atau
kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia
tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi adalah
membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat
inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak
langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
a.Inferensi Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk
penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku
berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru,
kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari
ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam
pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut
dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak
budi setahun yang lalu tidak mati.
b.Inferensi Tak
Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu
gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya
agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang
menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang
dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang
lain;
A : Saya
melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya
sangat tinggi.
Sebagai
missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu
memiliki plafon
pengertian implikasi
Perhatikan pernyataan
berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita
tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena
itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari
bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu
matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari
bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar
hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan
diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan
menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat
cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk
menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara
menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari
bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
D. Wujud Evidensi
Unsur yang paling
penting dalam suatu tulisan argumentative adalah evidensi. Pada
hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua
informasi, atau autoritas dan sebagainya yang di hubung-hubungkan untuk
membuktikan suatu kebenaran.fakta dalam kedudukan sebagai efidensi tidak boleh
dicampur adukkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan dan penegasan.Pernyataan
tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi, ia hanya sekedar
menegaskan apakah fakta itu benar atau tidak. Dalam argumentasi, seorang
penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia
menganggap pendengar sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya
kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya.
Dalam wujudnya yang
paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi.Yang
dimagsud dengan data atau informasi adalah
bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua
bahan informasi berupa statistik, dan heterangan-keterangan yang dikumpulkan
atau di berikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan kedalam
pengertian data daninformasi. Untuk itu penulis atau
pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah
semua bahan keterangan itu merupakan fakta. Fakta adalah sesuatu yang
sesungguhnya terjadi, atau yang ada secara nyata.
E. Cara Menguji Data
Supaya data dan
informasi dapat di pergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus
merupakan fakta. Dalam kedudukannya yang pasti sebagai data, bahan-bahan itu
siap digunakan sebagai evidensi. Oleh sebab itu perlu diadakan
pengujian-pengujian melalui cara-cara tertentu. Di bawah ini akan di kemukakan
beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.
a. Observasi
Fakta-fakta yanag
telah diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang
atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat
menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca, maka
kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi
singkat untuk mengecek data atau informasi itu dan sesungguhnya dalam beberapa
banyak hal pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seseorang, biasanya didasarkan
pula atas observasi yang telah diadakan.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data
dan informasi, tidak selalu harus diakukan dengan observasi. Kadang-kadang
sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang
akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang
harus di keluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat
melakukan pengujian dan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang
telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu. Demikian pula
halnya dengan penulis dan pengarang atau penulis, untuk memperkuat evidensinya
mereka dapat mempergunakan kesaksian orang lain yang telah mengalami peristiwa
tersebut.
c. Autoritas
Cara ketiga yang dapat
dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta
pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka
yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua
kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai
dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
F. Cara Menguji Fakta
Sebagai telah
dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita
peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian, apakah data-data
atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal-hal yang sunguh-sungguh
terjadi. Penilaian tingkat pertama hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan
bahwa semua keyakinan itu adalah fakta.
a. Konsistensi
Dasar pertama yang
harus dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi
adalah konsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai
tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten,
tidak ada suatu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat
dipakai untuk mengadakan penilaian atau fakta mana yang dapat dipergunakan
sebagai evidensi adalah masalah koherensi.Semua fakta yang akan
digunakan sebagai evidensi harus pula koherendengan
pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang
berlaku.
G. Cara Meniilai
Autoritas
Seorang penulis yang
baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas-desus, atau kesaksian
tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan apa pula apa yang hanya
merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas
penelitian atau data-data fundamental. Demikian pula sikap seorang penulis
menghadapi pendapat autoritas. Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat
melakukan suatu kesalahan-kesalahan. Untuk menilai suatu otoritas, penulis
dapat memilih beberapa pokok berikut :
a. Tidak
Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang
perlu diketahui oleh penulis adalah pendapat autoritas sama sekali tidak boleh
mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangkaartinya
pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu
sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.
Pengertiantidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu
bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data
eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka
pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang obyektif.
b. Pengalaman dan
Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus
diperhitungkan penulis untuk memperhitungkan penulis untuk menilai pendapat
suatu otoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas.
Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal, pendididkan yang diperolehnya
harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli
yang diperoleh melalui pendidikan tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
autoritas, penelitian-penelitian yang dilakukan dan prestasi hasil-hasil
penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan
catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga di perhatikan.
c. Kemashuran dan
Prestise
Faktor ketiga yang
harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah
pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar
bersembunyi dibalik kemasyuran dan prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli
itu menyertakan pendapatnya dengan fakta-fakta yang meyakinkan.
d. Koherensi
dengan Kemajuan
Hal keempat yang perlu
diperhatikan oleh penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan
autoritas itu sejalan dengan perkembangan dengan kemajuan jaman, atau koheren
dengan pendapat atau sikap terahir dalam bidang itu. Pengetahuan dan pendapat
terahir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui
bahwa pendapat-pendapat terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih
dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan
yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala
kebaikan dan keburukan atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan
suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk melihat bahwa
penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan,
maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada suatu
autoritas. Dengan bersandar pada suatu autoritas saja, maka hal itu
diperlihatkan bawha penulis karangan telah benar-benar mempersiapkan diri.
SUMBER:
Buku: Keraf,Gorys. 2001. Argumentasi
dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar