Corporate Social Responsibilty
Pengertian CSR
Pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pada
dasarnya telah mengakhiri perdebatan tentang wajib tidaknya CSR atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(TJSL) bagi perusahaan perseroan terbatas.
Undang-Undang ini secara imperative
menjelaskan bahwa CSR merupakan sebuah kewajiban hukum bagi perusahaan yang memenuhi kriteria
yang ditetapkan Undang- Undang.
TJSL yang diatur dalam UUPT 2007 diilhami oleh pandangan yang berkembang
belakangan ini yang mengajarkan perseroan sebagai perusahaan yang melakukan
kegiatan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, maka perusahaan harus ikut
bertanggung jawab terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat setempat.
Di Indonesia, definisi CSR secara
etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Namun
setelah tanggal 16 Agustus
2007, CSR di Indonesia telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
mengantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. CSR yang
dikenal dalam Undang-Undang ini sebagaimana
yang termuat dalam
Pasal
1 ayat 1, 2, 3 yang berbunyi:
1.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/ atau yang berkaitan dengan sumnber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
2.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3.
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Dalam
Pasal 74 ini banyak sekali perdebatan yang terjadi khususnya dikalangan
pengusaha, sebagian masyarakat dan pengusaha merasa bahwa penerapan Pasal 74
ini menimbulkan diskriminasi karena hanya mewajibkan CSR kepada perusahaan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam, yang jadi pertanyaan adalah bagaimana dengan perusahaan yang tidak
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam, apakah tidak diwajibkan melaksanakan CSR? hal ini dijawab secara tegas oleh
Putusan MK dengan melakukan pertimbangan terhadap beberapa hal yakni salah satunya
adalah bahwa kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia telah sampai
pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan, baik untuk generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, peranan negara dengan menguasai atas
bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk untuk
mengatur , mengusahakan, memelihara dan mengawasi, dimaksudkan agar terbangun
lingkungan yang baik dan berkelanjutan (suistanable development) yang
ditujukan kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang tidak
boleh di abaikan. Untuk itu perlu adanya pemaparan terkait isi Pasal 74 UUPT,
dimana aspek empirik
hukumnya mampu dilihat secara satu persatu. Rumusan Pasal 74 UUPT dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a)
Pada ayat (1) disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan
CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam ini hanya melihat pada sisi bisnis inti dari
perusahaan tersebut. Walaupun perusahaan tersebut tidak melakukan eksploitasi
secara langsung, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan
sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan CSR. Dengan
demikian sudah jelas bahwa konsep CSR yang semula hanya merupakan kewajiban
moral, maka dengan berlakunya UUPT maka akan berubah menjadi kewajiban yang
dipertanggungjawabkan secara hukum. Hal tersebut dengan memperhatikan segala
potensi yang ada pada lingkungan
perusahaan tersebut.
b)
Pada ayat (2) disebutkan bahwa biaya pelaksanaan CSR
diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya perusahaan. Biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan CSR ini seharusnya pada akhir tahun buku
diperhitungkan sebagai salah satu pengeluaran perusahaan. Dalam hal ini agar
dapat dijadikan sebagai biaya pengurangan pajak, maka rencana kegiatan CSR dan
lingkungan yang akan dilaksanakan dan anggaran yang dibutuhkan wajib untuk
dimuat atau dimasukkan ke dalam rencana kerja tahunan. Mengenai anggaran untuk pelaksanaan
CSR dilakukan denagn kepatutan dan kewajaran, yaitu dengan pengertian bahwa
biaya-biaya tersebut harus diatur besarnya sesuai dengan manfaat yang akan
dituju dari pelaksanaan CSR itu sendiri berdasarkan kemampuan keuangan
perusahaan.
c)
Pada ayat (3) disebutkan bahwa sanksi yang dikenakan
bagi perusahaan yang melanggar
ketentuan mengenai tanggung jawab sosial lingkungan ini adalah sanksi yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait. Hal tersebut berarti bahwa sanksi yang
diberikan bukan sanksi karena tidak melakukan CSR menurut UUPT akan tetapi
karena perusahaan mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar
aturan-aturan terkait bidang sosial dan lingkungan yang berlaku.
d)
Pada ayat (4) disebutkan bahwa
peraturan yang memayungi peraturan CSR di Indonesia, pemerintah perlu membuat
aturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah ini. Pemerintah
diharapkan tidak salah tafsir dalam menafsirkan CSR sehingga aturan yang dibuat
nantinya justru memberatkan perusahaan dan akan menghilangkan arrti dari CSR
itu sendiri. Dengan dimasukkanya CSR yang pada awalnya muncul karena kesadaran
perusahaan dan lebih merupakan moral liability menjadi legal liability, walaupun
sanksi yang diterima perusahaan dari UU yang terkait.
Bagaimana Cara menjalankan CSR Perusahaan
Perusahaan harus menjalakan CSR atau Coorporate social responsibility
sesuai dengan uu no.40 pasal 74 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Yang meliputi:
1. Kewajiban dan kepatutan dalam memperhatikan alam dan sumber daya,perusahaan harus memperhatikan kondisi
alam dan sumber daya sekitar dimana perusahaan tersebut berada contohnya
melakukan kegiatan yang dapat mensejahterakan masyarakat dan pemeliharaan dan
pemjagaan terhadap lingkungan,pemberian dana untu pemeliharaan fasilitas umum
di sekitar perusahaan, pemberian beasiswa atau bantuan langsung kepada masyarakat
sekitar perusahaan yang kurang mampu, ikut menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup sekitar perusahaan dengan tidak mencemari lingkungan.
2. Tanggung jawab terhadap alam sekitar, contoh bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap alam sekitar seperti tidak mencemari lingkungan, tidak
menebang/merusak tanaman di sekitar perusahaan,menja dan merawat alam sekitar.
Di
Indonesia program CSR membutuhkan dukungan pemerintah, kepastian hukum, dan
jaminan ketertiban sosial. Pemerintah
dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi
hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan
yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator
penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social
Responsibilty). Pemerintah
bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan
pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan
memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar
ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan
kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan
menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar